Sejarah Dukun di Indonesia
Sepak terjang dukun di negara Indonesia
bermula ketika VOC mengeluarkan persyaratan
administrasi yang rumit untuk tenaga perawatan medis dan gaib yang ingin
berpraktik di Indonesia.
Akhirnya, tenaga perawat yang punya banyak duit memilih untuk praktik di
Mall-Mall sehingga mereka disebut melakukan Mall-praktik. Sementara bagi
yang kere dan merasa perlu menjunjung tinggi Pancasila mereka merumuskan suatu
profesi yang disebut dukun.
Sesuai dengan Kurikulum 1994, jenjang
pendidikan menjadi dukun dapat ditempuh dalam waktu 24784 semester untuk
mendapatkan gelar dukun yang disingkat dk.. Sementara untuk
memperoleh spesialisasi dukun maka lulusan dukun bisa mengambil matakuliah
dukun murni, persantetan (untuk dukun santet), persalinan (untuk dukun
beranak), meteorologi dan geofisika (untuk pawang hujan), dan ilmu komunikasi
(untuk dukun ketik REG spasi...). Lamanya masa studi dukun membuat banyak
sekali dukun yang sudah lanjut usia ketika mencapai kelulusannya, maka daripada
itu banyaklah dukun yang mesti dipanggil 'Ki' karena sudah 'Aki-Aki', namun ada
juga beberapa dukun yang merupakan siswa akselerasi dan
diperbolehkan membuka praktik sendiri seperti kasus Ponari dan
batunya.
Dukun Beranak Masih Jadi Pilihan Perempuan Keluarga Miskin Senin, 30 Juni 2008 23:32 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Hasil
penelitian yang dilakukan Woman Research Institute (WRI) selama 2007 di tujuh
kabupaten di Indonesia menunjukkan, hingga kini sebagian perempuan dari
keluarga miskin masih memilih menggunakan jasa dukun beranak untuk membantu
proses persalinan.
"Jaminan pelayanan
kesehatan gratis ternyata tidak serta merta mengurangi pilihan perempuan miskin
untuk ke dukun. Ini masih terjadi di beberapa daerah seperti di Lebak, Lampung
Utara dan Sumba Barat," kata Direktur Penelitian WRI Edriana Noerdin saat
memaparkan hasil penelitian di Jakarta,
Senin.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Lampung Utara (Lampung),
Lebak (Banten), Indramayu (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Jembrana (Bali),
Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), dan Sumba Barat (Nusa Tenggara Timur), hal
itu dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor yang berpengaruh, menurut Edriana, meliputi belum meratanya sosialisasi layanan kesehatan gratis, tingkat pendidikan dan pendapatan, jumlah anak, jarak rumah dan fasilitas/tenaga kesehatan serta besarnya biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan.
"Semakin rendah tingkat pendidikan dan pendapatan, pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin banyak anak pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin jauh dan semakin sulit jarak tempuh ke fasilitas/tenaga kesehatan, dukun menjadi alternatif pilihan utama," kata Edriana.
Faktor yang berpengaruh, menurut Edriana, meliputi belum meratanya sosialisasi layanan kesehatan gratis, tingkat pendidikan dan pendapatan, jumlah anak, jarak rumah dan fasilitas/tenaga kesehatan serta besarnya biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan.
"Semakin rendah tingkat pendidikan dan pendapatan, pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin banyak anak pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin jauh dan semakin sulit jarak tempuh ke fasilitas/tenaga kesehatan, dukun menjadi alternatif pilihan utama," kata Edriana.
Apalagi, ia menambahkan, dukun
lebih mudah diakses karena lebih dekat dengan masyarakat dan lebih dipercaya,
pelayanannya dianggap paripurna dan pembayarannya lebih fleksibel karena kadang
bisa dibayar dengan barang.
Ia menjelaskan pula bahwa
menurut hasil penelitian, sebagian besar perempuan miskin memandang biaya
persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan mahal, minimal Rp300 ribu, sementara
biaya persalinan di dukun beranak kurang dari Rp300 ribu.
Edriana menambahkan, kendati
fasilitas dan tenaga kesehatan rata-rata cukup tersedia di semua daerah namun
menurut sebagian besar perempuan miskin jarak antara tempat tinggal mereka
dengan fasilitas/tenaga kesehatan cukup jauh, waktu tempuhnya lama dan biaya
transportasinya mahal.
Berkenaan dengan hal itu,
Direktur Bina Kesehatan Ibu Departemen Kesehatan Dr. Lukman Hendro Laksmono,
MBA (HPN) menjelaskan bahwa persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga
kesehatan trampil memang meningkatkan resiko kematian ibu melahirkan.
Namun demikian, kata dia, dukun beranak yang seringkali dipilih ibu hamil untuk membantu persalinan secara tradisional tidak bisa langsung dihilangkan keberadaannya.
"Karena mereka telah sejak lama menjadi bagian dari tradisi dan hingga kini masih banyak dipercaya untuk membantu persalinan," katanya.
Namun demikian, kata dia, dukun beranak yang seringkali dipilih ibu hamil untuk membantu persalinan secara tradisional tidak bisa langsung dihilangkan keberadaannya.
"Karena mereka telah sejak lama menjadi bagian dari tradisi dan hingga kini masih banyak dipercaya untuk membantu persalinan," katanya.
Oleh karena itu, kata Lukman,
dalam kebijakannya Departemen Kesehatan juga tak hendak langsung menghapuskan
peran dukun beranak dalam proses persalinan.
Pihaknya, kata Lukman, justru berupaya membangun kemitraan antara bidan dan dukun untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan. "Dalam kemitraan itu, ada pembagian tugas antara bidan dan dukun, bidan bertugas membantu keseluruhan proses kelahiran dan dukun membantu kegiatan lain di luar persalinan seperti membawa ibu hamil ke tenaga kesehatan, memandikan bayi dan yang lainnya," jelas Lukman.
Pihaknya, kata Lukman, justru berupaya membangun kemitraan antara bidan dan dukun untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan. "Dalam kemitraan itu, ada pembagian tugas antara bidan dan dukun, bidan bertugas membantu keseluruhan proses kelahiran dan dukun membantu kegiatan lain di luar persalinan seperti membawa ibu hamil ke tenaga kesehatan, memandikan bayi dan yang lainnya," jelas Lukman.
Pihaknya, lanjut dia, juga
memberikan pelatihan bagi dukun dan mendidik keturunan para dukun menjadi
bidan.
"Profesi dukun beranak kan biasanya diturunkan,
dengan mendidik keturunan mereka menjadi bidan harapannya selanjutnya tidak ada
lagi keturunannya menjadi dukun," demikian Lukman.(*)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2012
Nama : Irma Afianti
Akademi Kebidanan Sakinah Lumajang Tingkat 1.
1. Asepsis dan Antisepsis
Definisi Asepsis adalah suatu
keadaan bebas hama/bakteri. Antisepsis
adalah tindakan untuk membebas hamakan suatu bahan, alat ataupun ruangan untuk
mencegah sepsis.
2. Konsep Dasar Teknik Aseptik
a.
Pengertian
Aseptik
berarti tidak adanya pathogen pada penyakit. Menurut Crow dalam Wina Jivika P
(2007)teknik aseptik adalah usaha mempertahankan klien sedapat mungkin bebas
dari mikro organisme. Sedangkan menurut Hinchliff dalam Dwi Handayani (2003),
teknik aseptik adalah metode penjagaan yang digunakan dalam setiap tindakan
yang membawa resiko masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh pasien.
b.
Jenis teknik aseptik dalam praktek
keperawatan
Ada dua
jenis teknik aseptik yang diterapkan dalam praktek keperawatan, yaitu Aseptik
medis dan Aseptik bedah :
1)
Aseptik medis
Aseptik medis adalah teknik atau
prosedur yang dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme disuatu objek,
serta menurunkan kemungkinan penyebaran dari mikro organisme tersebut.. Aseptik
medis sangat penting untuk diterapkan saat merawat individu yang rentan
terhadap infeksi baik karena penyakitnya, pembedahan atau karena immonosupresi.
Selama proses keperawatan, perawat melakukan kontak dengan banyak pasien
dirumah sakit, oleh karena itu perawat harus menyadari dan mengetahui akan
prinsip-prinsip aseptik medis sebagai upaya untuk menghindari transfer kuman
dari pasien ke perawat, dari perawat ke pasien, dari perawat ke perawat lain atau
petugas kesehatan lain, serta dari satu pasien ke pasien lainnya.
Suatu objek dikatakan terkontaminasi
bila objek tersebut menjadi tidak steril atau bersih. Dalam aseptik medik suatu
area atau objek dikatakan terkontaminasi bila terdapat atau objek dicurigai
mengandung kuman pathogen, misalnya tempat tidur (badpan) yang telah
dipakai, lantai dan kasa basah yang telah dipakai. Mata rantai infeksi yang paling mudah untuk di
putus adalah cara penularannya. Dalam lingkungan perawatan kesehatan
lingkungan, mencuci tangan adalah merupakan teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi nosokomia. Menurut Larson
dalam Dwi Handayani (2003), Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun
secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang
kemudian di bilas dibawah air mengalir. Oleh karena itu, mencuci tangan menjadi
metode pencegahan dan pengendalian infeksi yang paling penting.
Tujuan
mencuci tangan adalah menurunkan Bioburden (jumlah mikroorgsnisme) pada
tangan dan untuk mencegah penyebaranya ke area yamg tidak terkontaminasi.
Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan tenaga perawatan
kesehatan pada resiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga perawatan
kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat dapat memindahkan
organisme-organisme seperti staphylococcus, escheria coli, pseudomonas
dan klebisella secara langsung ke pada hospes yang rentan, yang
menyebabkan infeksi nasokomial dan endemik disemua jenis lingkungan pasien.
Adapun teknik
cuci tangan yang efektif sesuai prosedur cuci tangan menurut WHO (2007) yaitu
sebagai berikut ;
a)
Dimulai
cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan bersih.
b)
Menggunakan
sabun cair atau sabun batangan, menggosokan sabun tersebut sampai berbusa banyak.
c)
Menggosokan
ke bagian punggung tangan dengan jari tangan menjalin secara bergantian,
sebanyak 3 (tiga) kali.
d)
Mengepalkan
salah satu tangan dan menggosokan ke permukaan tangan lainnya dimulai dengan
menggosokan buku-buku jari tangan, kuku tangan, dan ujung-ujung jari tangan
secara bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali.
e)
Memutar-mutar
ibu jari tangan dengan salah satu tangan yang dilakukan secara bergantian,
sebanyak 3 (tiga) kali.
f)
Membilas
tangan dengan air mengalir mulai dari permukaan tangan sampai dengan sikut
tangan.
g)
Mengeringkan
tangan.
2)
Aseptik bedah
Aseptik
bedah atau teknik steril termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme. Setelah objek menjadi tidak steril maka objek tersebut telah
terkontaminasi, misalnya alat-alat perawatan luka yang telah dipakai atau
tersentuh objek yang tidak steril. Pada aseptik bedah, suatu area atau objek
dinyatakan terkontaminasi jika disentuh oleh setiap objek yang tidak steril.
Teknik steril sering dilakukan dalam berbagai tindakan keperawatan di ruang
keperawatan, seperti dalam perawatan luka operasi (mengganti balutan).
Keefektifan
tindakan pencegahan luka operasi bergantung pada motivasi perawat dalam
menggunakan teknik aseptik. Perawat yang bekerja dengan lingkungan yang steril
atau dengan peralatan yang seteril harus mengerti bahwa kegagalan sekecil
apapun dalam teknik ini mengakibatkan kontaminasi yang akan membuat pasien
beresiko terkena infeksi luka operasi yang dapat menghambat proses penyembuhan
( Schaffer dkk, 2004).
Kulit yang
sehat dan utuh serta memberan mukosa dapat memberikan suatu barier yang efektif
terhadap mikroorganisme, tetapi jaringan yang di bawahnya merupakan media yang
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu saat jaringan
bawah kulit terbuka akibat luka karena prosedur operasi, maka untuk melindungi
daerah tersebut dari mikroorganisme harus digunakan teknik steril.
Adapun
prosedur-prosedur steril perawatan luka menurut Ellis, et al (1999)
adalah sebagai berikut :
a.
Menata
area steril
1)
Mencuci
tangan.
2)
Pililah
permukaan yang datar, kuat dan kering untuk menyiapkan alat steril, dengan luas
kurang lebih 12x12 inci.
3)
Sebelum
dilakukan sterilisasi, alat-alat dibungkus rapat agar tidak terkontaminasi ,
sehingga saat dibuka alat-alat yang sudah steril tersebut tidak akan
terkontaminasi.
4)
Apabila
ingin menambah ala-alat yang steril, tempatkan ke sisi area yang steril.
b.
Membuka
bungkusan steril
1)
Mencuci
tangan.
2)
Ketika
membuka bungkusan steril, jangan sampai menyentuh objek yang steril atau areah
yang steril.
3)
Peganglah
hanya pada sisi luar penbungkusnya.
4)
Jangan
membiyarkan sesuatu yang tidak steril menyentuh isi bungkusan steril.
c.
Menambahkan
alat-alat ke dalam area steril
Ketika
menambahkan alat-alat steril ke area steril, hal yang harus diperhatikan adalah
menjaga agar tidak terjadi kontaminasi.
1)
Mencuci
tangan.
2)
Membuka
pembungkus tanpa menyentu area steril.
3)
Tempatkan
alat-alat tersebut pada bidang yang steril dan jaga agar tangan tidak menyentu
bidang steril. Bila alat-alat tersebut besar atau berat atau secara hati-hati
pada bidang steril atau bisa menggunakan korentang steril .
4)
Jaga
agar tangan tidak menyentu bidang steril.
d.
Menambahkan
cairan ke dalam area steril
1)
Mencuci
tangan.
2)
Tuangkan
sedikit cairan, misalnya betadin kedalam tempat pembuangan sebelum menuangkannya
kedalam wadah steril.
3)
Tuangkan
cairan ke dalam wadah steril, tuangkan kira-kira 6-8 inchi di atasnya.
4)
Tuangkan
secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya percikan.
5)
Jagalah
agar tidak bersentuhan langsung dengan area steril.
e.
Menggunakan
sarung tangan steril
1)
Cuci
tangan secara menyeluruh.
2)
Buka
pembungkus kemasan bagian luar dengan hati-hati menyibakkannya ke samping.
3)
Pegang
kemasan bagian dalam dan letak pada permukaan yang datar dan bersih tepat
diatas ketinggian pergelangan tangan. Buka kemasan, pertahankan sarung tangan
pada permukaan dalam pembungkus.
4)
Identifikasi
tangan kanan dan kiri. Setiap sarung tangan mempunyai manset kurang lebih 5 cm,
kenakan sarung tangan pada tangan dominan terlebih dahulu.
5)
Dengan
ibu jari dan 2 jari lainnya dari tangan non dominan, pegang tepi manset sarung
tangan untuk tangan dominan. Sentuh hanya pada permukaan dalam sarung tangan.
6)
Dengan
hati-hati tarik sarung tangan pada tangan dominan, lebarkan manset dan pastikan
bahwa manset tidak menggulung pada pergelangan tangan. Pastikan juga bahwa ibu
jari dan jari-jari pada posisi yang tepat.
7)
Dengan
tangan dominan yang telah menggunakan sarung tangan, masukan jari-jari tangan
manset sarung tangan kedua.
8)
Dengan
hati-hati tarik sarung tangan kedua pada tangan non dominan. Jangan biyarkan
jari-jari dan ibu jari sarung tangan dominan menyentuh bagian tangan non
dominan yang terbuka. Pertahankan ibujari tangan non dominan abduksi ke
belakang.
9)
Manakala
sarung tangan kedua telah terpasang, cakupkan kedua tangan anda. Manset biasanya
terlepas setelah pemasangan. Pastikan untuk hanya menyentuh bagian yang steril.
f.
Merawat
luka
Menurut
David dalam Dwi Handayani (2003), perawatan luka paska bedah adalah tanggung
jawab perawat bangsal. Adapun tujuan perawatan luka menurut Smith, et al dalam Wina Jivika P
(2007). adalah sebagai
berikut :
1)
Mengangkat
jaringan mati, sehingga mendukung proses penyembuhan luka.
2)
Mencegah
terjadinya infeksi pada luka
3)
Apsorbsi
cairan eksudat
4)
Mempertahankan
kelembaban daerah sekitar luka
5)
Melindungi
luka dari kerusakan lebih lanjut
6)
Melindungi
daerah sekitar luka dari infeksi dan trauma
Menurut
Ignatavicius, et al dalam Dwi Handayani (2003), perawatan luka paska
bedah terdiri dari mengganti balutan, merawat balutan, membersihkan luka dan
perawatan drain.
Perawatan
luka paska bedah yang baik memberikan penyembuhan luka yang baik. Dalam hal ini
yang terpenting adalah penggunaan pembalut. Pembalutan pada luka paska bedah
berfungsi untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan luka, untuk
menyerap drainase, untuk membebat dan mengimobilisasi luka, untuk melindungi
luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanik, untuk melindungi luka dari
kontaminasi bakteri dan pengotoran oleh faeses, muntahan dan urine, untuk
meningkatkan hemostatis, seperti pada balutan tekanan dan untuk memberikan
kenyamanan mental dan fisik bagi pasien.
3)
Teknik
aseptik dalam perawatan luka operasi
Menurut
David dalam Dwi Handayani (2003) dalam pelayanan keperawatan, perawatan
luka operasi adalah tanggung jawab perawat. Berikut adalah tatacara
perawatan luka operasi dengan teknik aseptik.
a.
Siapkan peralatan
b.
Cek pembalut pasien
c.
Pasang peralatan
d.
Jelaskan prosedur tindakan pada
pasien
e.
Cuci tangan dengan efektif,
sesuai prosedur cuci tangan menurut WHO
1)
Pakai sarung tangan steril Ambil sarung tangan secara hati-hati dari wadahnya dengan menggunakan
korentang.
2)
Pegang
sarung tangan pertama pada bagian dalam.
3)
Masukan
tangan yang tidak memegang sarung tangan dengan hati-hati tanpa menyentuh
bagian luar sarung tangan.
4)
Ambil
sarung tangan kedua dengan tangan yang sudah terpasang sarung tangan pada
bagian luar pada lipatan.
5)
Masukan
tangan yang kedua tanpa terkontaminasi
6)
Atur
sarung tangan yang sudah terpasang agar pas ditangan
7)
Menjaga
tangan yang sudah terpasang sarung tangan steril agar tidak terkontaminasi, dan
selalu berada di atas pinggang.
f.
Lepaskan
plester menggunakan pinset
g.
Buang
pembalut kotor pada tempat yang telah disediakan
h.
Perhatikan
luka dengan teliti untuk menandai terhadap infeksi dan penyembuhan
i.
Buka
bak instrumen
j.
Siapkan larutan pembersih
k.
Jika bekerja sendiri, letakan
sarung tangan steril pada tangan yang dominan, biarkan tangan yang lain bebas
untuk bekerja dengan peralatan yang tidak steril
l.
Bersihkan
luka. Ketika membersihkan area, selalu mulai pada daerah terbersih dan kerjakan
menjauh dari area tersebut
m.
Jika
ada drain, bersihkan dibawah saluran dan sekitar lokasi dengan lapisan kasa 4 x
4 Cm dan larutan pembersih
n.
Letakan
beberapa kain kasa di bawah drain
o.
Letakan
beberapa kasa betadin 4 x 4 Cm di atas luka dan plester
p.
Buang sarung tangan
q.
Tutup
kantong plastik dan buang pada kantong isolasi bahan
r.
Cuci
tangan dengan efektif.
3. Definisi : Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses atau penanganan untuk membuat perangkat, medis, atau
permukaan lingkungan medis menjadi aman digunakan. Dekontaminasi aritnya adalah membuang semua
materialyang tampak (debu,kotoran) pada benda,lingkungan,permukaankulit
dengan menggunakan sabun, air dan gesekan.
Tujuan prosedur dekontaminasi :
1) Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui peralatanpasien atau permukaan lingkungan.
2) Untuk membuang kotoran yang tampak.
3) Untuk membuang kotoran yang tidak terlihat(Mikroorganisme).
4) Untuk menyiapkan semua permukaan untuk kontaklangsung dengan alat pensteril atau desinfektan
5)
Untuk melindungi personal dan pasien.Terdapat 3 tingkat desinfeksi:Desinfeksi tingkat tinggi yaitu membunuh semuaorganisme dengan perkecualian spora bakteri.
4. Sterilisasi
Sterilisasi
adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi,
bakteri, mycoplasma,virus)
yang terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent
atau proses fisik dengan tujuan untuk
membunuh atau menghilangkanmikroorganisme. Sterilisasi didesain untuk
membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu metode inaktivasi
tergantung dari metode dan tipemikroorganisme
yaitu tergantung dari asam nukleat, protein atau membranmikroorganisme
tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi disebut sterilant (Pratiwi,2006)
Tujuan
1. Menyiapkan peralatan
perawatan dan kedokteran dalam keadaan siap pakai
2. Mencegah peralatan cepat
rusak
3. Mencegah terjadunya infeksi
silang
4. Menjamin kebersihan alat
5. Menetapkan produk akhir
dinyatakan sudah steril dan aman digunakan pasien.
Cara Sterilisasi
Cara sterilisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
- Terminal Sterlization (sterilisasi akhir). Menurut PDA Technical Monograph dibagi menjadi 2, yaitu:
a.
Overkill
Method
yaitu
metode sterilisasi menggunakanpemanasan dengan uap panas pada suhu 121C selama 15 menit.Penggunaan metode ini biasanya dipilih untuk bahan-bahan yang tahan
panas seperti zat anorganik. Dasar pemilihan metode ini adalah karenalebih
efisien, cepat, dan aman.
b.
Bioburden
Sterilitation
merupakan suatu metode sterilisasi yang
dilakukan dengan monitoring terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil mungkin di beberapa lokasi jalur
produksi sebelum menjalani proses
sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yangdipersyaratkan SAL 10 -6. Dalam
metode ini digunakan suatu zat yangdapat mengalami degradasi kandungan
bila dipanaskan pada suhu yangsangat tinggi.
Sebagai contoh adalah penggunaan Dextrose yang biladipanaskan dapat
menghasilkan senyawa Hidro Methyl
Furfural (HMF) yang merupakan suatu senyawa hepatotoksik.
- Aseptic Processing
Metode
ini merupakan metode pembuatan produk steril menggunakansaringan dengan filter
khusus untuk bahan obat steril atau bahan bakusteril yang diformulasi dan dimasukkan kedalam
kontainer steril dalamlingkungan terkontrol. Suplai
udara, material, peralatan, dan petugas telahterkontrol sedemikian hingga
kontaminasi mikroba tetap berada pada levelyang dapat diterima dalam
clear zone.
Pelaksanaan
a)
Sterilisasi dengan cara rebus
Mensterikan peralatan dengan cara merebus didalam air
sampai mendidih (1000C) dan ditunggu antara 15 sampai 20 menit. Misalnya
peralatan dari logam, kaca dan karet.
b)
Sterilisasi dengan cara stoom
Mensterikan peralatan dengan uap panas didalam autoclave
dengan waktu, suhu dan tekanan tertentu. Misalnya alat tenun, obat-obatan dan
lain-lain.
c)
Sterilisasi dengan cara panas
kering
Mensterikan peralatan dengan oven dengan uap panas
tinggi. Misalnya peralatan logam yang tajam, peralatan dari kaca dan obat
tertentu.
d)
Sterilisasi dengan cara
menggunakan bahan kimia
Mensterikan peralatan dengan menggunakan bahan kimia
seperti alkohol, sublimat, uap formalin, khususnya untuk peralatan yang cepat
rusak bila kena panas. Misalnya sarung tangan, kateter, dan lain-lain.
e)
Sterilisasi dengan radiasi
f)
Radiasi sinar
gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk
jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi
radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah
struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat
efektif untuk membunuh mikroba dan virus sampai batas
tertentu. Sterilisasi jaringan beku dilakukan pada suhu -40 derajat Celsius.
Teknologi ini sangat aman untuk diaplikasikan pada jaringan
biologi.
g)
Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk
mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap
(volatile). Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan
dengan gaya
sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang cukup kecil
untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini. tidak bisa difiltrasi, tidak tahan panas dan
tidak tahan radiasi atau cahaya.
5. Desinfeksi
Desinfeksi adalah menghancurkan atau membunuh kebanyakan kebanyakan
organisme patogen pada benda atauinstrumen
dengan menggunakan campuran zat kimia cair. Hasil proses desinfeksi dipengaruhi
oleh beberapa faktor:
Ø Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada
benda.
Ø Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
Ø Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
Ø Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan
Ø Struktur fisik benda
Ø Suhu dan PH dari proses desinfeksi
6. Desinfektan
Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit
Pengertian lain dari disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan
memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme
yang terpapar secara langsung oleh disinfektan. Disinfektan tidak memiliki daya
penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam
celah atau cemaran mineral. Selain itu disinfektan tidak dapat membunuh spora bakteri sehingga
dibutuhkan metode lain seperti sterilisasi
dengan autoklaf
Nama : Irma Afianti
Akademi Kebidanan Sakinah Lumajang Tingkat 1.
0 komentar:
Post a Comment